Anak-anak Jenius Itu Seperti Apa dan Mau Jadi Apa?
Sunday, June 14, 2020
Edit
Apa ciri khas seorang anak bisa dikatakan jenius?
Apakah secara psikologis mereka berbeda dengan anak-anak yang memiliki IQ rata-rata?
Pertanyaan itu pasti pernah kita ungkapkan, apalagi jika kita sebagai orang tua muda atau berprofesi sebagai seorang guru maka pertanyaan itu akan menjadi pertanyaan yang indah untuk didiskusikan.
Untuk mengisi informasi hari ini terkait pertanyaan diatas, kutipan yang kami dapat ketika membaca majalah i-Tech yang Diterbitkan oleh Surya University Press ini mungkin dapat membantu.
Mendapatkan anak kandung belahan hati yang dilahirkan jenius tentu suatu anugerah Tuhan yang tiada duanya. Semua orang pasti ingin punya anak seperti itu. Sayangnya tidak semua orang bisa begitu. Sebab, setiap anak dilahirkan dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Tapi yang lebih disayangkan, tidak semua orang siap menerima kondisi anak yang lahir tidak sesuai dengan yang diharapkan orang tua. Karena itu, tidak sedikit yang berusaha keras membuat anaknya menjadi pintar. Taruh saja bukan jenius, tapi agar bisa menjadi lebih pintar. Melebihi kawan-kawannya yang lain di sekolah.
Caranya, dengan memaksa mereka mengikuti les matematika, fisika, kimia dan sebagainya. Menetapkan jadwal belajar yang ketat, dan bahkan menjatuhkan hukuman terhadap anak yang tidak menurut.
Pertanyaannya sekarang, apakah langkah seperti itu tepat untuk kita lakukan? Yang pasti, kita sudah merampas hak anak untuk memiliki dunianya sendiri. Dengan memaksanya menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan sesuatu yang kita mau, kita sudah merampas hak anak untuk bermain. Bagaimanapun, dunia anak adalah bermain.
Dengan memaksanya untuk mengikuti kemauan kita, walaupun kita maksudkan untuk kebaikan dan masa depan dia, kita sudah merampas kemerdekaannya untuk bermain. Dunia yang boleh jadi tidak kita pahami sebagai sesuatu yang juga penting. Dunia yang justru mungkin bisa memberikan motivasi, energi, bahkan impian yang positif untuk masa depan.
Mestinya kita memahami bahwa Tuhan YME itu Maha Adil. Karena kemahaadilan-Nya, anak jenius bisa lahir di keluarga mana saja. Bisa di keluarga bangsawan, bisa juga di keluarga hinadinawan. Bisa di keluarga pejabat, orang terpandang, hartawan yang kaya raya. Tapi bisa juga di keluarga petani miskin, atau bahkan keluarga seorang pengemis.
Untuk sementara ini, paling tidak, kita tidak bisa memilih. Berusaha mungkin kita bisa. Misalnya bagaimana caranya memelihara kesehatan seorang ibu hamil, sehingga anak yang akan dilahirkannya juga sehat. Tetapi, sekali lagi, itu tidak menjamin anak akan dilahirkan jenius.
Kita seringkali lupa bahwa tidak semua anak jenius itu sukses dalam hidupnya. Begitu juga, kita sering tidak ingat, tidak semua anak yang dilahirkan dengan kecerdasan rata-rata tidak bisa sukses. Dunia kadang-kadang memang bertolak belakang dengan angan-angan dan harapan kita.
Kita seringkali tidak tahu harus berbuat apa. Padahal kita mestinya mencari tahu apa yang semestinya dilakukan. Barangkali, kita bahkan juga tidak tahu harus memilih apa: jenius atau sukses. Persoalan pelik yang kita hadapi adalah bahwa kita cenderung lupa bahwa sekali lagi tidak semua anak jenius itu bisa sukses.
Para psikolog yang tergabung dalam tim the National Center for Gifted and Talented (NCGT), yang bernaung di bawah Surya University membenarkan pandangan ini.
Menurut mereka, kejeniusan seseorang memang belum tentu menjamin kesuksesannya dalam hidup. Namun dengan penanganan yang tepat sasaran bagi anak-anak jenius, tentunya perkembangan mereka secara kognitif, sosial, dan emosional akan lebih optimal.
Drs. Dwiyono Yulianto Prayitno, seorang pendidik yang tidak lain adalah Kepala Sekolah SMU Al-Azhar Kelapa gading, ketika dihubungi i-Tech beberapa waktu yang lalu mengatakan, anak jenius adalah mereka yang mampu mendayagunakan potensi yang dimilikinya. Dan potensi yang dimaksud adalah potensi intelektual, spiritual dan emosional.
Potensi ini bisa dilihat dari beberapa ciri. Misalnya, punya kemampuan akademik di atas rata-rata, memiliki nalar bagus, bisa belajar cepat, perbendaharaan kata banyak, ingatan bagus, perfeksionis dan lain-lain.
Anak-anak yang demikian itu, menurut dia, mesti ditangani dengan cara yang berbeda. Seperti yang dilakukan di sekolah yang dia pimpin. Anak-anak demikian itu dimasukkan ke dalam kelas khusus, yaitu kelas akselerasi. Tetapi yang tidak kalah pentingnya, kata dia, bukan hanya membimbing anak untuk rajin belajar.
Melainkan juga bagaimana menanamkan kepada anak bahwa lingkungan itu juga penting. Dengan demikian, potensi intelektual, spiritual dan emosional mereka bisa ditumbuhkan. Sekarang kita tinggal melihat ke depan. Apa yang mesti kita perbuat dan apa pula yang pemerintah bisa lakukan untuk mendukung langkah-langkah yang tepat.
Kita memiliki begitu banyak anak yang mungkin bisa dikatakan jenius. Pendiri sekaligus Rektor Surya University, Prof. Yohanes Surya,Ph.D., pernah mengatakan bahwa anak-anak kita, termasuk anak-anak yang tidak mampu dari daerah terpencil di Indonesia, tidak kalah kecerdasannya dari anak-anak dari negara maju. Kecerdasan mereka bahkan bisa melampaui kecerdasan anak-anak dari negara maju itu. Sayangnya, sejauh ini pemerintah masih terkesan kurang peduli.
Meskipun Kementerian Pendidikan sudah memperlihatkan sedikit kepedulian, tetapi kepedulian yang sama belum terlihat di jajaran di bawahnya. Hendra Kwee, Ph.D., salah seorang dosen di SU yang tidak lain adalah juga Pembina Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI), ketika berbicara dengan i-Tech, sempat mengemukakan kekecewaannya berkenaan dengan perhatian yang diberikan jajaran pemerintahan terhadap anak-anak jenius dan berprestasi di Indonesia.
Kita bangga memiliki seorang B.J. Habibie. Mantan Presiden RI ini ternyata adalah putra bangsa yang memiliki IQ 200, yang dinyatakan tertinggi senusantara. Pertanyaannya, apakah kita mampu menumbuhkembangkan Habibie-Habibie muda yang mungkin sekarang masih balita, sehingga menjadi manusia-manusia sukses seperti BJ. Habibie yang mantan Presiden RI?
Kita mestinya tidak hanya berharap, tapi berbuat lebih banyak, dengan langkah-langkah yang tepat dalam menangani anak-anak unggulan itu.Pada kesempatan lain wawancara dengan pimpinan lembaga psikologi The National Center for Gifted and Talented (NCGT) yang berada dibawah naungan Surya University yaitu Dr. Sri Lanawati juga memberikan keterangan yang tidak kalah pentingnya. Berikut kutipan wawancara itu:
Tanpa melalui tes IQ misalnya, apakah kita dapat mengetahui seorang anak itu bisa dikatakan jenius?
Anak dinyatakan jenius jika sudah menjalankan proses pemeriksaan psikologis dengan menggunakan salah satunya alat tes inteligensi. Tanpa menggunakan alat tes psikologis, anak hanya dapat dinyatakan punya indikasi sebagai anak jenius, tentunya didapatkan dari observasi mendalam terhadap perilaku belajar dan hasil-hasil akademis atau prestasi yang telah dicapai.
Apakah anak jenius itu memerlukan perlakuan khusus, terutama dalam dunia pendidikan? Mereka dikatakan cepat bosan bila pelajaran itu-itu saja. Apakah benar demikian perilaku anak jenius?
Dalam dunia pendidikan, anak jenius memang perlu diberikan perlakuan yang berbeda dibandingkan dengan anak-anak lainnya. Hal ini disebabkan oleh kemampuan, kreativitas, originalitasnya luar biasa, yang membutuhkan stimulus yang menantang kemampuan kognitifnya. Sikap bosan saat belajar biasanya muncul saat anak jenius tidak mendapatkan kebutuhan stimulus kognitif yang menantang kemampuannya.
Ada yang berpendapat bahwa kejeniusan seseorang tidak menjamin kesuksesannya dalam hidup. Bagaimana sebenarnya? Apakah secara psikologis mereka membutuhkan lingkungan khusus dan perlakuan khusus di rumah maupun di sekolah?
Kejeniusan seseorang memang belum tentu menjamin kesuksesannya dalam hidup. Namun, dengan penanganan tepat sasaran bagi anak-anak jenius ini, tentunya perkembangan mereka baik secara kognitif, sosial, dan emosional akan lebih optimal. Perkembangan optimal anak-anak jenius tentunya akan membentuk kesuksesan saat mereka dapat mengkontribusikan diri di lingkungan.
Langkah apa yang mesti diambil dalam mendidik anak-anak jenius, sehingga kejeniusannya bisa bermanfaat bagi masa depannya?
Penanganan yang tepat memang perlu diberikan secara keseluruhan di sekolah maupun keluarga, termasuk di dalamnya stimulasi kognitif dan pendampingan psikologis anak dalam beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Rasa peduli dengan permasalahan sosial di lingkungan sekitar anak yang perlu ditumbuhkan karena merupakan faktor penting dalam mengembangkan keinginan anak untuk berkontribusi pada lingkungan nantinya.
Sejauh ini, pemerintah terkesan kurang peduli terhadap anak-anak Jenius. Mestinya apa yang dapat dilakukan pemerintah? Apakah Kementerian Pendidikan misalnya perlu menyediakan wadah khusus untuk mendidik anak anak jenius?
Pemerintah dapat juga memberikan dukungan pendidikan dalam bentuk memfasilitasi pengayaan bagi anak-anak jenius. Selain itu, dapat juga meningkatkan mutu program-program akselerasi yang sudah berjalan.
Beberapa tokoh pendidik bangsa sebenarnya sudah memperlihatkan kepedulian mereka terhadap anak-anak jenius. Prof. Yohanes Surya, misalnya, telah melakukan berbagai langkah dalam membimbing anak-anak berprestasi, terutama terhadap anak-anak Papua. Apakah yang dapat
dilakukan pemerintah untuk mendukung program sebagaimana yang telah dijalankan oleh Prof. Yohanes Surya?
Langkah-langkah Prof Yohanes Surya dalam membimbing anak-anak Papua merupakan bentuk kepedulian sosial yang menjunjung tinggi hak seluruh anak Indonesia, untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tentunya dengan harapan langkah-langkah ini dapat menjadi awal yang baik untuk perkembangan pendidikan di Indonesia.
Permainan TAngam dapat meningkatka iamjinasi dan logika anak, coba berikan permainan tangram kepada anak siapa tahu dia suka;
Artikel ini sebelumnya di Posting oleh http://www.defantri.com