Pilar-Pilar Kesukseskan Guru

Dalam mutiara pesan yang tersirat dikatakan, ”Aththoriqotu ahammu minal maddah, wal ustadz ahammu minaththoriqoh, wa ruhul ustadz ahammu min kulli syaiin.”
(Metode lebih penting daripada materi, guru lebih penting daripada metode, dan ruh (semangat) guru lebih penting dari semua itu). Sebab, dengan ruh tersebut guru bisa menghidupkan suasana pembelajaran yang menyenangkan dengan sentuhan kasih, sayang, dan cintanya pada anak didik.

Guru sebagai pendidik merupakan gerbang awal dalam pembentukan kepribadian siswa, bagi terwujudnya insan yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia. Di tangan Guru terletak masa depan bangsa. Guru yaitu arsitek peradaban.Maju mundurnya sebuah bangsa ke depan berada di genggaman guru.
Berkaitan dengan tugas membentuk kepribadian itu, Mahmud Samir al-Munir dalam kitabnya, Al-Mu’allimur Rabbani, menyebutkan tujuh pilar kesuksesan seorang guru.
Pertama, semangat yang terkontrol. Seorang guru mesti menjadi orang yang ulet, telaten, peduli, dan mempunyai tekad yang memadai.
Sebab, penerima didik memerlukan hal baru, aksesori informasi, perhatian, dan didikan yang baik darinya.

Kedua, ilmu yang terus berkembang
. Ia mempunyai dua kelebihan, yakni kelebihan horizontal (pengetahuan luas) dan vertikal (menguasai bidangnya secara mendalam). Guru yang enggan membaca lambat laun akan kekeringan wawasan seiring permasalahan yang muncul. Hendaknya mempunyai perpustakaan sendiri walaupun sederhana.

Ketiga, perencanaan yang rap
i. Perencanaan pendidikan yang matang, tertulis dan tersusun rapi, serta dalam jangka waktu tertentu, terukur, dan realistis biar tujuan pendidikan bisa tercapai. Istilahnya, ‘TUKER-KERIS’ (TUlis apa yang anda KERjakan, dan KERjakan apa yang anda tulIS).

Keempat, variasi kecerdasan. Guru itu menyerupai sungai, ia memberi minum kepada orang-orang yang kehausan, mengalir deras ke setiap lembah,mengubah tandusnya nalar menjadi pengetahuan yang berbunga di lembah pengetahuan yang beraneka ragam.

Oleh alasannya yaitu itu, guru harus menjadi bapak bagi siswanya dalam ikatan batin,
seolah menjadi syekh dalam pendidikan rohani, menjadi pendidik dalam penyampaian ilmu, menjadi sobat dalam penyampaian curhat, dan menjadi pemimpin dalam keteladanan.

Kelima, kepemimpinan yang bijaksana
. Tidak cukup seorang guru hanya memberikan bahan pelajaran tanpa memenuhi tujuan pendidikan sesungguhnya, yakni menanamkan nilai-nilai luhur, membuatkan potensinya menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab.

Keenam, menjaga celah
. Guru yaitu arsitek peradaban. Masa depan anak didik yaitu amanah di bahu guru. Baiknya generasi muda ke depan tergantung kepada kesungguhan guru dalam mempersiapkan anak didiknya. Oleh alasannya yaitu itu, guru harus bisa menjaga celah di bidang pendidikan. Sebab, bila pendidikan tidak bisa diharapkan, tunggulah akan kehancuran. Syauqi pernah berkata, ”Jika guru berbuat salah sedikit saja, akan lahirlah siswa-siswa yang lebih jelek lagi.”
Ketujuh, tidak mengenal putus asa. Kenyataan terkadang menciptakan guru murung dengan fakta dekadensi moral pada generasi muda. Orang yang bertekad lemah, kadang menyatakan bahwa generasi kini tidak bisa diharapkan, tak ada harapan akan perbaikan. Tetapi, guru harus yakin, bahwa harapan hari ini yaitu kenyataan esok hari. Karena itu, guru perlu terus berbuat dan meninggikan bendera kebajikan guna menyiapkan generasi mendatang yang lebih baik.
Bila pilar-pilar di atas bisa diejawantahkan dalam dunia pendidikan maka tidak menutup kemungkinan pembentukan anak didik menjadi insan seutuhkan (cerdas secara intelektual, emosional, dan spiritual) akan gampang terwujud. Semoga.

source: Imam Nur Suharno S.Pd, M.PdI
Direktur PendidikanYayasan (Pondok Pesantren)Husnul Khotimah
Desa Maniskidul, Jalaksana, Kuningan.

Berbagai Sumber

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel